HIV/AIDS (2)

Pengakuan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Purwokerto (2)



Hidup dengan HIV Positif Bukan Akhir Dunia


Keinginannya berbagi kasih dan memberikan semangat dan harapan kepada semua pasien khususnya HIV-positif maupun yang belum tahu HIV-nya dan keluarga serta para sahabatnya di Banyumas dan sekitarnya. Hal itulah alasan pengakuannya ini.


NUROKHMAN-Purwokerto
Setumpuk seri buku kecil tertata rapi di kamar dengan dinding warna kuning gading. Brondan (nama samaran) langsung mencuci gelas dan menyuguhkan segelas air putih dan kue tar lengkap dengan pisau kue diatasnya. Sejenak kemudian dia mengeluarkan sejumlah barang dari dalam tas punggungnya. Sebuah kartu register nasional warna hijau, tiga botol bertuliskan masing masing, Neviral, Hiviral dan Staviral Stavudine selalu dibawanya kemanapun ia pergi.



Selain itu, sebuah kotak persegi panjang warna biru dengan tujuh kotak berisi tablet dengan tujuh huruf besar SMTWTFS. SMTWTFS merupakan kependekan nama-nama hari dalam Bahasa Inggris. Setiap kotak tersebut berisi enam tablet. Kartu register tersebut digunakan sebagai pengantar mengambil obat di tempat rujukan yang ada di Indonesia.



Setiap harinya lelaki yang sudah divonis positif HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) ini harus rutin minum obat sehari dua kali tepat di jam yang sama. Ini bakal dia jalani seumur hidupnya, karena obat ini tidak boleh putus sama sekali. Dia sudah yakin dengan anjuran dokter dengan pola hidup sehat dan aman akan memperpanjang umurnya. Rutin Brondan konsultasi dengan konselor di Voulentary Consulting and Testing (VCT) Rumah Sakit Margono Sukarjo (RSMS) Purwokerto.



Gatal gatal, bisulan, diare dan sariawan yang selalu dideritanya kini sudah hilang. ART yang dia jalani walaupun bukan pengobatan yang menyembuhkan tapi setidaknya mampu menekan jumlah virus sehingga tidak menimbulkan penyakit. Semangat hidupnya semakin tinggi walaupun dirinya sudah sempat ingin bunuh diri pada awal tahu reaktif HIV/AIDS. Hanya mengurung diri di kamar sudah tidak dilakukannya lagi, bersosialisasi kembali yang diinginkanya. "Saya harus mampu berbuat banyak," tekad Brondan sambil memotong kue di depannya. Brondan merasa beruntung karena telah berani memeriksakan diri ke VCT sehingga dirinya tahu lebih dini telah reaktif HIV/AIDS. "Setidaknya saya tahu harus berbuat apa, dan masih punya kesempatan memperbaiki kesalahan kesalahan dimasa lalu," paparnya. Dia merasa umurnya masih muda masih bisa melakukan yang terbaik buat diri sendiri. Masih banyak harapan yang belum ia wujudkan. "Paling tidak buat diri sendiri, sesama ODHA ataupun OHIDA," ujarnya yang terlihat segar walaupun mengidap Hepatitis C. Penyesalannya tidak pernah hilang karena tidak menjauhkan diri dari faktor-faktor berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS. Dia sudah tidak mau lagi saling berbagi jarum suntik dengan Pakau (Pemakai Putau). "Being HIV+ not the end of the world." Tulisan yang pernah dibacanya, membuat semangat hidup.(*)