Smile Bomber

SMILE BOMBER
Foto ini asli milik saya, Nurokhman/Radarmas.

Kontras Pembangunan

Kontras
Yahh pembangunan yang mana kalau seperti ini. Memang sih pembangunan rumah sendiri, uasaha sendiri sudah maju, Tapi kalo pembangunan yang lainnya?


Cinta tak Bisa Dikerangkeng

Cinta Tak Bisa Dikerangkeng

Kelinci ini ternyata sadar kamera. Mungkin, mereka tahu aku seorang fotografer koran terbesar dan pertama di Barlingmascake (Jare jargon koran Radar Banyumas) makanya langsung beradegan mesra.

HIV/AIDS


Menelisik Orang Hidup Dengan HIV/AIDS (ODHA) Purwokerto (1)

NUROKHMAN-Purwokerto "Kamu tau apa artinya itu Bro," tanya konselor di ruang Vooulentary Consulting and Testing (VCT) Rumah Sakit Margono Sukarjo (RSMS) Purwokerto kepada Brondan (bukan nama sebenarnya). Brondan hanya diam bingung, jantungnya yang berdebar kencang terasa menyesakan dada sambil menatap secarik kertas. Dikertas tersebut terconteng jelas tulisan reaktif.

"Ini artinya kamu positif terinfeksi HIV/AIDS," ujar konselor tersebut lirih kepada Brondan. Walaupun lirih namun kalimat tersebut seperti petir menyambar tubuhnya, sontak gelap yang hanya mampu dilihat Brondan mendengar penjelasan hasil tes Acquired Immune Deficiency Syndrome/Human Immunodeficiency Virus (HIV/AIDS) yang diterimanya. Cukup lama Brondan hanya terduduk lunglai, setelah diberi semangat konselor tentang kesempatan sisa hidupnya kemudian ia beranjak ke Masjid yang terletak disebelah timur RS.

Setelah mengambil wudhu dan sholat dzuhur Brondan berpikir keras. Apakah berita buruk ini akan disampikan ke keluarga atau tidak? pikirnya. Harus disampaikan karena apapun yang terjadi pasti keluarga akan terkena dampaknya pikir Brondan memutuskan. Sendiri, kencang Brondan menarik kabel gas sepeda motornya menuju rumahnya.

Begitu sampai dirumah kedua orang tuanya kebetulan sedang bersantai di ruang tamu, Brondan langsung bersujud dan menangis. "Maafkan saya telah gagal menjalani hidup, mungkin hidupku tidak akan lama lagi," ucapnya terbata bata. Sejenak kedua orangtunya hanya terpaku bingung melihat kelakuan Brondan. Jelas, orang yang telah melahirkan dan membesarkanya tersebut kaget begitu mendengar penjelasan dari Brondan.

Untungnya mereka sadar bagaimanapun juga Brondan butuh suport. Kenang Brondan berkisah tentang awalnya dia tahu positif terinfeksi HIV/AIDS. Sambil menyulutkan rokoknya ke rokok yang dipegang Radarmas dia kembali menerangkan kehidupannya. Brondan merupakan penguna narkoba suntik atau Injected Drugs (ID) user.

Sejak duduk kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di bilangan Jakarta dia sudah mengenal narkoba, mulai dari cimeng dan nipam. Setelah masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dikota yang sama, Brondan mulai memakai Shabu dan Putau. Pada mulanya hanya ngedrag atau dragon (menghisap) asap kristal dan serbuk setan tersebut yang dibakarnya dengan menggunakan aluminium foil. Setelah memerlukan dosis tinggi, kemudian Brondan memutuskan untuk nyipe atau nyipet, atau cucaw (menyuntik) dengan pertimbangan dengan ini langsung berasa dan ngedrag lebih boros dibandingkan cucaw.

Bondan mengaku pernah berurusan dengan aparat kepolisian pada Hari Raya Idul Fitri beberapa tahun yang juga pernah masuk Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta selama 2 minggu untuk detokfikasi (Untuk menghilangkan ketergantungan). Kemudian dia bertekad untuk berhenti nyipe dan sejenisnya walupun sugesti itu menurutnya tidak akan pernah hilang seumur hidup. Sakitnya shakow (rasa sakit yang diakibatkan putus zat) ia alami selama dua minggu.

Kemudian untuk membantu Brondan, keluarganya memilih pindah ke Purwokerto dan kuliah dikota kripik ini dengan harapan jauh dari komunitas junky (pecandu) Brondan, selama ini. Purwokerto harapan keluarganya untuk menjalani hidup yang lebih terang. Ternayata, di bangku kuliah dia kembali bertemu dengan komunitas junky. Akhirnya sugesti yang kuat mengalahkan tekad untuk menjauh dari shabu dan putaw. Ketika dia nyipe dengan teman temannya selalu bergantian menggunakan jarum suntik. Pada saat itu pula dirinya mulai mendengar bahaya menggunkan jarum suntik bergantian. Bahaya dan penularan HIV/AIDS pun mulai santer ditelinganya. Namun semua itu dianggapnya angin lalu. Dia pikir penyakit itu hanya ada dikota kota besar. Bahkan temennya pernah mengaku terinfeksi HIV/AIDS, tapi dianggapnya hanya akal akalan. "Saat itu aku berpikir temenku hanya mengingatkan supaya aku berhenti cucaw," ujarnya menerawang.
Brondan mulai khawatir ketika teman teman komunitasnya mulai meninggal dunia satu persatu. Kebanyakan dari mereka terkena sakit komplikasi, mulai dari paru paru sampai hepatitis C. Sadar dirinya mulai bresiko tingggi terinfeksi penyakit yang belum ditemukan obatnya, Brondan menconteng tulisan beresiko tinggi tertular HIV/AIDS pada saat mendonorkan darah yang ke-14 di PMI Purwokerto. Kemudian dia dirujuk ke VCT Margono. Lalu bagaimanakah kehidupannya kini dan harapannya?. (bersambung)
Gunung Slamet