Tentang Aku

Aku adalah Air yang Keruhnya Mengendap

Dulu, orangtuaku, Takwad dan Sugiarti lupa menanam cikal kelapa di belakang rumah ketika aku lahir. Tidak seperti kakak kakakku yang ari arinya tersimpan dalam genthong kecil yang digantungkan di sempadan rumah. Mereka hanya ingat aku lahir setelah tetanggaku, Wildan
Hardianto lahir. Tapi tidak tahu pasti kapan aku melewati tahap ke-2 sebagai manusia setelah melewati alam kandungan dan lahir di dunia ini.

Yang pasti namaku, Nurokhman.
Doa mereka melekat dalam nama. Nurokhman dari Bahasa Arab, Nur artinya cahaya dan Rokhman artinya satu sifat yang hanya dimiliki oleh Alloh SWT, Pengasih. Seperti sifat cahaya yang selalu menerangi kegelapan, mereka mengharapkan anak ke-7 dari 9 bersaudara ini mampu menjadi penuntun yang penuh dengan keikhlasan. Karena keikhlasan watak dari
Pengasih. Prestasiku adalah menikah dengan seorang wanita, Rantika Dewi Saraswaty. Itu merupakan prestasiku dalam usia 28 tahun, dibandingkan dengan 3 piala yang pernah aku rebut secara berturut turut dalam 3 tahun sebelumnya. Menjadi juara lomba foto terbaik tingkat nasional, juara 3 tahun 2008, juara harapan tahun 2007, dan juara 3 tahun 2006 yang diselenggarakan oleh Telkomsel. Bunda aku memanggil istriku, kini tengah mengandung 6 bulan hasil buah cinta kami pada saat bulan madu di Jogjakarta.
Aku besar dilingkungan NU kultural dan Muhammadiyah. Ayah pengurus NU dan keluarga ibu pengurus Muhammadiyah. Walaupun sama sama Islam tapi waktu kecil sering mendengar kyai NU dan Ustads Muhammadiyah saling berbalas pantun atau saur manuk disetiap ceramahnya. Bahkan aku harus sholat di masjid NU yang terletaak satu kilo dari rumahku dari pada sholat di Masjid AL-Huda yang terletak disebelah rumah kakekku yang berjarak hanya 100 meter.
Sewaktu kuliah di Universitas Jendral Soedirman Purwokerto pada semester 3 sudah mulai bekerja freeline menjadi fotografer sebuah Even Organizer, Hitam Putih Production. Mulai saat ini mulai mengenal dunia hiburan yang penuh dengan hura hura.
Tahun 2005, Oktober bergabung dengan koraan harian Radar Banyumas Jawa Post Group menjadi fotografer atau pewarta foto. Kemudian dengan alasan mengejar karier dan berkumpul di istana keluarga di Jakarta aku memutuskan bergabung dengan keluarga besar koran harian Suara Merdeka pada Juni 2009.

Menjadi air yang bersih yang mensuciakan adalah keinginanku. Tapi kini baru tahap air yang keruhnya tengah mengendap. Kenakalanku masih melekat walaupun menurun. Sejak menikah tidak mengenal lagi dunia malam, cafe atau nite club. Pernah juga menikmati pahitnya kerak neraka jahanam. Sekarang cukup berwisata kuliner jika ke kota kota yang baru aku singgahi.(*)