Independensi Media

Independensi Media yang Berpihak

Tugas pokok seorang wartawan adalah mencari kemudian menulis berita. Berita tersebut tentunya independen tapi berpihak kepada kebenaran. Caranya dengan menyajikan fakta yang berimbang tanpa memihak salah satu pihak. Hal tersebut mencuat dalam Diklat Calon Wartawan Suara Merdeka pada hari ke-3, Kamis (11/6).

Redaktur Pelaksana Suara Merdeka, Bagas Pratomo saat memberikan materi organisasi media Suara Merdeka pada peserta Diklat menekankan, bahwa wartawan tidak perlu larut dalam opininya ataupun memihak salah satu pihak. Semua pihak sumber berita mendapatkan kuota sama dalam suatu berita. Independensi media yang berpihak, bukanlah keberpihakan yang tidak memihak. Tapi keberpihakan kepada kebenaran dengan mengumpulkan fakta fakta yang ada walaupun media massa buka lembaga yudikatif.

“Sajikanlah semua fakta fakta yang ada tidak perlu memihak salah satu pihak maka secara otomatis kebenaran itu ada, dan kita telah berpihak kepada kebenaran itu sendiri,” ujar Bagas.

Wartawan Senior Suara Merdeka, Sri Mulyadi juga menuturkan wartawan tidak terlalu terjebak dalam persoalan atau konflik di dalam suatu berita. Sebab tugas wartawan hanyalah menyajikan berita, selebihnya pembaca sendirilah yang memilah. Walaupun berita bisa menggiring opini masyarakat terhadap suatu kebenaran yang belum tentu benar. Misalnya kebenaran yang belum tentu benar adalah hasil jejak pendapat presiden yang dilakukan oleh sebuah lembaga survei. Lebih lanjut dia menegaskan wartawan tidak perlu larut dalam analisanya sendiri. Tugas pokok serang wartawan adalah menulis berita dengan fakta fakta yang ada.

“Tulislah fakta fakta yang ada tidak perlu suudzon ataupun menganlisa sendiri,” ujar bapak yang akrab disapa Mbah Mul.

Koordinator Liputan Suara Merdeka, Cocom Hari Priyono juga menambahkan dengan menyajikan fakta fakta yang ada maka masyarakat atau pembaca akan melakukan penilaian sendiri. Penilian pembaca tersebut tentunya berdasarkan dari fakta fakta yang telah diungkapkan. “Masyarakat itu sudah pandai,” tegasnya.

Sedangkan dalam membuat berita wartawan harus menguasai teknik dasar wawancara. Sekretaris Redaksi Suara Mereka, Eko Hari Mujiharto mengungkapkan teknik dasar wawancara mulai dari dasar wawancara, jenis jenis wawancara sampai dengan syarat syarat wawancara.

“Tujuannya adalah untuk mencari data yang faktual sekaligus penelitian untuk memperoleh dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi penting,” ujarnya.

Wrtwan dan Seorang Penantang

Wartawan dan Seorang Penanatang

"Kalau kita hanya mengikuti jejak sebelumnya maka hanya akan menjadi pengikut. Tapi jika menemukan alternatif baru yang lebih terarah maka lebih baik"

Pesan tersebut disampaikan Sri Mulyadi supaya peserta Diklat Calon Wartwan Suara Merdeka kedepan supaya lebih inovatif dalam persaingan media yang semakin ketat. Kedepan wartawan harus memiliki banyak kompetensi supaya tetap eksis. Selain itu, pesan tersebut dia maknai supaya wartawan tidak cukup puas dengan apa yang telah diraihnya. Dengan cepat puas itu mengakibatkan kemajuan dalam diri terhambat atau bahkan jalan ditempat.

"Maka jadilah wartwan sebagai seorang penantang," ujranya, Kamis (18/6).

Tidak jauh berbeda dengan Sri Mulyadi, Sucipto Hadi Purnomo juga berpesan supaya wartawan sekarang harus berani merubah kebiasaan lama atau lebih kritis dalam bahasa. Sekarang ini dia nilai trend Bahasa Jurnalistik Indonesia seamkin menurun. Wartawan kurang berani menggunakan bahasa yang tepat ketimbang menggunakan bahasa yang dapat berarti ganda.
Wartawan kerap kali mengabaikan kaidah selingkung yang mengakibatkan menyimpang dari kaidah umum.

"Kita memang masih banyak kesalahan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang tepat," ujarnya.

Untuk itu dia berpesan bahwa ciri bahasa jurnalistik adalah efesien dan efektif. Dengan mengunakan bahasa yang efesien dan efektif berarti ada penghematan tetapi tetap komunikatif dan taat pada nilai nilai estetis. Lebih lanjut dia jelaskan supaya dalam penulisan tidak menyimpang jauh dalam kaidah umum. Kaidah umum yang dimaksud adalah pedoman umum ejaan bahas Indonesia, Pedoman umum penyusunan istilah, kamus besar Bahasa Indonesia, dan tata bahasa baku bahasa Indonesia.

"Namun demikian media massa telah menyumbangakan pembendaharaan bahas Indonesia," tegasnya.

Sebab menurutnya media massa mengakomodir penggunaan bahasa asing dan daerah. Kemudian bahasa asing atau daerah tersebut diterima dan dipahamai oleh masyarakat banyak. Walaupun terkadang masih salah dalam artifisial.

"Pembendaharaan Bahasa Indonesia semakin meningkat sejak zaman reformasi. Banyak istilah asing maupun daerah yang dipakai oleh politikus kemudian digunakan terus menerus oleh media massa," ujar dosen Bahasa Jawa itu.

Implikasi dari efesiensi, lanjut Sucipto Hadi Purnomo harus diperhatikan. Untuk judul berita haruslah ringkas padat dan komunikatif. Dalam penulisan berita lebih baik menggunakan kalimat aktif. Selain itu juga memperhatikan pemubaziran kata.

"Yang tak kalah penting diperhatikan adalah logika bahasa dan persoalan morfologis bahasa," jelasnya.

Fakta dan Fiksi

Makna Fakta dengan Fiksi Tipis
SEMARANG-Perbedaan makna fakta dan fiksi dalam sebuah karya jurnalistik dapat bermakna tipis. Walaupun keduanya, fakta dan fiksi merupkan dua hal yang bertentangan atau berhadap hadapan. Sebab fakta dan fiksi dapat bercampur baur dan sulit dikenali perbedaannya. Suatau fakta menjadi fiksi ketika diungkapkan secara berlebih lebihan. Sebuah kekeliruan pula jika menjustifikasi tanpa disertai dengan fakta. "Kata, pikiran, gagasan yang diungkapkan adalah kebohongan jika dicocokan dengan pikiran," ujar Triyanto Triwikromo kepada peserta Diklat Calon Wartawan Suara Merdeka, Jumat (19/6).