Timur Pradopo

Calon Kapolri, Komjen Timur Pradopo
Telat Menikah Demi Membantu Keluarga

Semarang merupakan salah satu kota bersejarah bagi Komjen Timur Pradopo. Sebab di kota tersebut tempat ia mengawali kariernya sebagai perwira Polri, anggota Samapta Poltabes Semarang. Semarang pula tempat menemukan cintanya, Irianti Sari Handayani.

"Kami bertemu di Semarang," ujar Timur mengisahkan awal mula pertemuannya dengan istrinya kepada anggota Komisi III DPR yang berkunjung ke rumahnya, Rabu (13/10).

Timur menikah pada umur 34 tahun, dan dari pernikahan dengan putri seorang purnawirawan TNI tersebut, ia dikaruniai dua orang anak, Muhamad Bimo Ari Setyo dan Dea Isti Farina. Bimo kini tengah duduk di bangku kuliah di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, sedangkan adiknya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Lab School.

"Terlambat menikah karena harus membantu orang tua, membiayai adak-adik meneyelesaikan sekolah," ujar putra sulung dari tujuh bersaudara itu.

Kedua anaknya tersebut kini yang menempati rumah keluarga, di Jalan Kucica, Bintaro, Tangerang sejak tahun 1994. Sebelumnya mereka harus berpindah-pindah mengikuti dinas orangtunya.

Putra dari seorang guru itu memutuskan kedua anaknya untuk tinggal dirumah tersebut supaya tidak menganggu sekolahnya. Sedangkan ia dengan istrinya selama ini selalu menempati rumah dinas. "Mereka sudah sampai empat kali pindah sekolah," ujar Timur.

Timur menekankan kepada kedua anaknya tersebut tentang arti penting pendidikan. Timur membebaskan mereka memilih jurusan pendidikan yang ingin didalami, meski ia ingin salah satu diantara mereka ada yang menjadi seorang polisi. "Kami luangkan waktu untuk keluarga, Sabtu dan Minggu."

Pria kelahiran Jombang, 10 Januari 1956 itu masuk Akabri (Akpol) pada tahun 1978, Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1989, Sespim Polri tahun 1996, dan Sespati Polri tahun 2001.

Sejumlah kasus yang menyita perhatian masyarakat pernah terjadi pada saat Timur memegang jabatan wilayah, Kapolres hingga Kapolda.

Koalisi Masyarakat Sipil, di antaranya Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Imparsial dan Indonesian Corupption Watch (ICW) menduga Timur memiliki persolan hak asasi manusia (HAM).

Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menyatakan, Timur diduga salah satu orang yang harus bertanggungjawab dalam beberapa kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia yakni, Tragedi Trisakti 1998, peristiwa keerusuhan Mei 1998, dan kasus Semanggi 1998.

Menurutnya, sewaktu terjadi tragedi Trisakti 12 Mei 1998, Letkol (pol) Timur Pradopo menjabat sebagai Kapolres Jakarta Barat yang dianggap membiarkan terjadinya penembakan terhadap mahasiswa yang mengakibatkan empat mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan 517 luka-luka.

"Penembakan yang dilakukan untuk menghalu mahasiswa tersebut dinilai berlebihan karena sebenarnya cukup dengan watercanon."

Dikatakan, Timur menjabat Kapolres Jakarta Barat sekaligus sebagai Wadankolaops Mantap Jaya III Wilayah Jakara Barat pada saat kerusuhan Mei 1998 terjadi. "Sedangkan pada waktu terjadinya peristiwa Semanggi II, Timur menjabat Kapolres Jakarta Pusat," tambahnya.

Menurutnya, Timur tiga kali dipanggil oleh Komnas HAM terkait penyelidikan beberapa pelanggaran HAM berat tersebut. "Tetapi yang bersangkutan tidak hadir memenuhi pemanggilan tersebut," katanya.

Dalam uji kelayakan dan kepatuan calon Kapolri oleh Komisi III DPR, Timur menyatakan bukan penanggung jawab atas tragedi tersebut.

Dia mengatakan kasus tersebut harus dipandang seacara nasional, sebab tragedi yang terjadi pada tahun 1998 hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

Dia menyatakan pada saat itu hanya petugas lapangan sedangkan untuk tak-tik penanggulangan kerusuhan bukan pada tatarannya tetapi pada tataran pimpinannya.

Timur mengungkapkan pemanggilan oleh Komnas HAM ataupun Pansus Trisakti tersebut merupakan pemanggilan untuk institusi bukan pribadi, sehingga ia tidak menghadiri panggilan tersebut dengan alsan pimpinannya melarang untuk hadir.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, selama menduduki jabatan kewilayahan Polri, Timur tidak menunjukan prestasi yang menonjol. Bahkan pada saat menjabat Kapolda Metro Jaya, Timur dianggap gagal dalam mencegah peristiwa hukum yang terjadi, serta terjadinya pembiaran dalam beberapa kasus dan dianggap gagal menyelesikan kasus-kasus yang terjadi.

Kegagalan tersebut dilihat dari terjadinya bentrok antar kelompok di Jalan Ampera Raya, penganiayaan terhadap aktivis ICW Tama satya Langkun, dan pelemparan bom molotov ke kantor Tempo.

Terkait hal tersebut, Timur menyatakan kasus itu merupakan hutang yang harus diselesaikan. "Tentunya ini akan menjadi prioritas untuk dibuat terang, termasuk kasus penganiayaan aktivis ICW, bom molotov ke kantor Tempo itu adalah utang dan bagimanapun kami harus mengungkap kasus itu," ujar Timur.

Kontroversi yang menyelimuti jabatan Timur tidak hanya itu saja, pangkat, jabatan dan penunjukannya sebagai calon Kapolri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga mengangetkan banyak kalangan.

Semula delapan jenderal, Komjen Yusuf Manggabarani, Komjen Nanan Soekarna, Komjen Ito Sumardi, Komjen Imam Sudjarwo, Komjen Timur Pardopo, Irjen Oegroseno, , Irjen Pratiknyo, dan Irjen Bambang Suparno yang masuk dalam bursa calon Kapolri yang diajukan ke Presiden oleh Kapolri.

Kemudian dari delapan nama tersebut mengkerucut menjadi tiga nama, Nanan, Imam dan Ito. Kendati demikian dimenit terakhir, Timur menguat menggesar tiga nama tersebut.

Kenaikan pangkat Timur dari bintang dua menjadi bintang tiga cukup cepat.

Belum genap sehari dilantik menjadi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Mabes Polri, pundak Timur Pardopo sudah tersemat bintang tiga. Timur juga belum beres-beres kantor mengurus kepindahan tugasnya dari Polda Metro Jaya ke Baharkam Mabes Polri, namanya sudah tercetak dalam surat dari Presiden SBY tentang calon Kapolri.

Atas pengangkatan Timur sebagai Kabaharkam Mabes Polri tersebut pangkat Timur Pradopo naik dari bintang dua, Inspektur Jenderal menjadi Komisaris Jenderal, bintang tiga.

Sejumlah proses pengangkatan pria kelahiran Jombang, Jawa Timur itu banyak yang tak lazim. Sebab, Polri biasanya mengumumkan telegram rahasia (TR) paling cepat satu minggu sebelum pelantikan berlangsung. Kemudian kenaikan pangkat atau penambahan bintang biasanya dilakukan setelah pejabat menempati jabatannya paling cepat satu bulan.

Keanehan juga mewarnai prosesi pelantikan Timur menjadi Kabaharkam. Dalam upacara yang berlangsung di Ruang Rapat Utama (Rupatama) Mabes Polri sangat cepat dan tidak lebih dari lima menit.

Kapolri tidak menyematkan bintang tiga ke pundak Timur Pradopo. Pada saat tanda kenaikan pangkat, Timur hanya mendapat tongkat komando dari Kapolri, sedang bintang tiganya sudah tersemat dipundaknya.

Penujukan Komjen Timur Pardopo menjadi calon tunggal pengganti Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) oleh Presiden SBY dinilai syarat dengan kepentingan politik dan tidak etis.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai pengajuan nama Timur banyak kejanggalan, terjadi pengkarbitan dan cacat mekanisme.

Dikatakan, mekanisme pencalonan Timur dinilai cacat dan melanggar etika pencalonan. Sebab, nama Timur tidak masuk dalam daftar nama yang dicalonkan Kapolri ke Presiden dan dalam daftar yang dicalonkan Kompolnas ke Presiden.

"Meskipun pencalonan kapolri itu hak prerogatif presiden tapi presiden sebaiknya harus menghargai etika atau mekanisme pencalonan sehingga tidak cacat karena Kapolri itu jabatan publik."

Menurutnya, dampak negatif yang ditempuh SBY yakni, Kapolri nanti akan melakukan balas jasa kepada Presiden. "Sehingga kepentingan dan kroni-kroni Presiden yang melakukan pelanggaran hukum itu tidak akan tersentuh oleh proses hukum," tambahnya.

Menurutnya, pencalonan tersebut karena ada hubungan kedekatan. "Ketika zaman Presiden Suharto mereka pernah tugas di Bosnia (bersama)."

Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menilai pengajuan nama calon Kapolri Komjen Timur Pardopo syarat dengan kepentingan politik dan dinilai melanggar etika yang berlaku di kepolisian.

"Kepentingan politik Presiden bermain di sini jelas sekali dalam waktu proses pengajuan yang sangat singkat, prosedur-prosedur yang dilewati ini melegitimate kepentingan-kepentingan Presiden," ujarnya.

Dikatakan, penggunaan hak prerogtaif presiden seharusnya mendasarkan pada profesionalitas, dedikasi dan tidak mendadak.

Dia memperkirakan, pertimbangan SBY memilih Timur karena kepatuhan kepada pimpinan. "Beliau mempunyai loyalitas yang tinggi pada pimpinan, sangat tinggi, cukup besar apalagi pada pimpinan negara. Inilah barangkali yang jadi pertimbangan SBY karena apapun juga Kapolri harus mengamankan kebijakan-kebijakan Presiden. Loyalitas inilah yang jadi pertimbangan."

Sementara itu, Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang juga Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menuturkan, pihaknya hanya memberikan pertimbangan kepada presiden terkait pencalonan Kapolri. Hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 17/2005 tentang Kompolnas.

Menurutnya, kriteria-kriteria yang ditentukan Kompolnas dalam penjaringan Kapolri yakni, senioritas, kepangkatan, usia (minimal 2 tahun menjelang masa pensiun), sehat jasmani dan rohani, jabatan kewilayahan yang cukup, riwayat pendidikan yang ditempuh sesuai dengan persyaratan, prestasi pendidikan, prestasi kedinasan, dan hukuman-hukuman yang pernah diterima.

"Dalam menjaring calon Kapolri, Kompolnas meminta masukan dan klarifikasi dari KPK, PPATK dan Komnas HAM," ujarnya.

Dikatakan, Kompolnas menerima delapan calon Kapolri yang diberikan BHD. "Dari proses ini dihasilkan tiga nama," ujarnya tanpa menyebut tiga nama tersebut.

Dia menuturkan, selanjutnya Presiden mencermati dinamika yang muncul di publik setelah nama Komjen Nanan Soekarna dan Komjen Imam Sudjarwo menyeruak. "Salah satu yang dicermati adalah adanya polarisasi di antra kedua kubu. Ada polarisasi, diskursus, dukungan dan hujatan," tambahnya.

Menurutnya, mencermati hal tersebut Presiden menghawatirkan soliditas Polri. "Karena itu pada Sabtu (2/10) Presiden memanggil Wakil Presiden Boediono, Ketua Kompolnas, Kapolri, Kepala BIN, dan Mensesneg."

Dikatakan, dalam kesempatan tersebut, Presiden menyatakan polarisasi tidak mendukung pengembangan organisasi Polri. "Akhirnya dimunculkan kembali delapan nama calon Kapolri."

Menurutnya, dalam kesempatan tersebut Kompolnas hanya memberikan satu masukan yakni hendaknya syarat formal harus dipenuhi yaitu pangkat tertinggi dibawah Kapolri yang berpangkat jenderal. "Selama itu dipenuh, masih dalam batas toleransi untuk disampaikan ke publik," ujarnya.

Menurutnya, Kompolnas juga meinta laporan dari PPATK. "Apakah yang bersangkutan termasuk ke dalam Perwira tinggi Polri yang memiliki rekening jumbo. Pak Timur tidak termasuk (memiliki rekening jumbo)," jelasnya.

Kepala PPATK Yunus Hussein mengungkapkan, pihaknya telah menelusuri kekayaan Timur. "Tapi karena keterbatasan waktu PPATK hanya bisa menelusuri rekening atas nama calon (Timur), dan belum termasuk atas nama anak, isteri atau keluarga," katanya.

Menurutnya, dari hasil penelusuran pada 12 bank, ditemukan bahwa Timur memeiliki rekening di tiga bank yakni dua bank pemerintah dan satu bank swasta.

Dikatakan direkening bank swasta ditemukan ada transfer Rp 105 juta dan transfer antara Rp 10 sampai Rp 60 juta pada Februari sampai September 2008. "Saldo rekening tersebut sampai 30September 2010 adalah Rp 1.024.000," ujarnya.

Sedangkan di dua bank pemerintah, lanjutnya, salah satu rekening digunakan untuk menampung gaji dengan saldo Rp 77 juta. "satu rekening lain tidak aktif dengan saldo rekening hanya Rp 81 ribu."


Terpisah, Wakil Ketua KPK M Jasin menuturkan dalam LHKPN terakhir yang dilaporkan ke KPK, 4 Agustus 2010 total harta kekayaan Timur sekitar Rp 4,4 miliar.
"Sedangkan dalam LHKPN tahun 2008, dilaporkan total kekayaan yang bersangkutan Rp 2,1 miliar," ujar M Jasin.

Setelah melakukan uji kelayakan dan kepatutan selama hampir 12 jam, Komisi III DPR akhirnya menyetujui Komjen Timur Pradopo sebagai Kapolri baru. Timur menggantikan Jenderal Bambang Hendarso Danuri yang telah memasuki masa pensiun.

Dalam pemaparan visi dan misi, calon Kapolri Komjen Timur Pradopo menyatakan telah menyiapkan sepuluh program prioritas yang akan dilaksanakan jika terpilih menjadi Kapolri.

Sepuluh program prioritas tersebut antara lain adalah mengungkap dan menyelesaikan kasus-kasus menonjol, meningkatkan pemberantasan preman, kejahatan jalanan, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking, serta korupsi. ”Kami juga berkomitmen untuk penguatan kemampuan Densus 88, bekerja sama dengan TNI dan BNPT, serta pembenahan di tubuh reserse melalui program ‘keroyok reserse’,” terangnya.

Selain itu, Timur juga berjanji memacu perubahan mindset dan kultur di internal Polri, mempercepat implementasi struktur organisasi Polri yang baru, serta menggelar Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) di berbagai sentra kegiatan publik.(Nurokhman)

No comments: